Matahari merupakan sumber utama energi dari Bumi. Sebuah bintang yang sedang terbakar begitu panasnya yang bisa kita rasakan panasnya dari jarak lebih dari 150.000.000 km. Cahayanya masuk ke dalam atmosfir dan terpancar di atas planet kita. Sekitar sepertiga dari energi matahari ini dipantulkan kembali ke alam semesta lewat kilauan permukaan (glimmering) bongkah-bongkah lapisan es (glaciers), air dan permukaan-permukaan benda lain yang mengkilap.
Akan tetapi, dua pertiga sisanya diserap oleh Bumi, yang memanaskan tanah, lautan-lautan dan atmosfir/lapisan udara.
Sebagian besar dari panas ini memancar (radiates) kembali ke luar angkasa, namun sebagian disimpan di atmosfir. Proses ini disalah-kaprahkan dengan nama greenhouse effect. Tanpa proses ini, suhu rata-rata Bumi akan sangat dingin (sekitar minus 18 derajat Celcius), meskipun matahari secara terus menerus memasok energinya.
Di sebuah dunia yang dingin seperti ini, kehidupan di Bumi mungkin akan tidak pernah muncul dari laut. Bagaimanapun juga, kita sesungguhnya harus berterima kasih dengan adanya ”greenhouse effect”, karena panas yang dipantulkan dari Bumi terperangkap di atmosfir, dan memberikan kita suatu suhu rata-rata sebesar 14 derajat Celcius yang nyaman.
Jadi bagaimana hal itu bisa terjadi? Cahaya-cahaya matahari menembus atap dan dinding sebuah rumah kaca (glass roof and walls a greenhouse). Namun setelah memanaskan tanah, selanjutnya cahaya-cahaya matahari akan memanaskan udara yang berada di dalam rumah kaca, dan panil-panil kaca memerangkap udara yang panas itu dan suhunya jadi meningkat naik.
Akan tetapi, planet kita tidak memiliki dinding-dinding kaca; salah satu benda yang bertindak sebagai dinding tersebut hanyalah atmosfir kita. Namun dalam hal ini , proses-prosesnya berjalan lebih rumit daripada dalam sebuah rumah kaca yang sebenarnya.
Seperti sebuah radiator di sebuah ruang
Hanya sekitar separuh dari semua energi matahari yang sampai di Bumi berupa radiasi sinar infra merah dan menyebabkan pemanasan seketika saat
melewati atmosfir. Separuh lainnya merupakan (partikel/zarah) berfrekuensi tinggi, dan hanya diubah menjadi panas saat menghantam Bumi dan kemudian dipantulkan kembali ke ruang angkasa sebagai gelombang- gelombang radiasi sinar infra merah.
Transformasi radiasi (energi) matahari ini menjadi radiasi sinar infra merah merupakan sesuatu yang krusial, karena radiasi sinar infra merah bisa diserap oleh atmosfir. Sehingga, pada saat malam yang dingin dan terang misalnya, bagian dari radiasi sinar infra merah yang biasanya akan menghilang ke ruang angkasa ini tertangkap di atmosfir Bumi. Dan seperti sebuah radiator di tengah-tengan suatu ruangan, atmosfir kita memancarkan panas ini ke semua arah.
Sebagian dari panas ini akhirnya dikirimkan keluar memasuki ruang hampa yang membekukan (frozen nothingness of space), sebagiannya lagi dikirimkan kembali ke Bumi dan yang meningkatkan suhu-suhu dunia. Seberapa panas sampai di bawah sini tergantung pada seberapa banyak energi yang diserap di atas sana – dan selanjutnya, tergantung pada komposoisi dari attmosfir.
Pergantian dari dioksida karbon (CO2) ke Oksigen (O2)
Nitrogen, oksigen dan argon mengisi 98% dari ruang atmosfir Bumi. Namun tidak menyerap secara signifikan radiasi sinar infra merah, sehingga tidak berkontribusi terhadap dampak rumah kaca (greenhouse effect). Eksponen- eksponen yang lebih eksotik seperti uap air, dioksida karbon, ozon, metana, oksida nitrogen, dan gas-gas klorofluoro-karbonlah yang menyerap panas dan akhirnya meningkatkan suhu-suhu di atmosfir.
Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa sampai 2,7 milyar tahun yang lalu, terdapat begitu banyak dioksida karbon (CO2) dan metana di atmosfir kita sehingga menyebabkan suhu rata- rata atmosfir kita saat itu setinggi 70 derajat Celcius. Namun bakteri-bakteri serta tumbuh-tumbuhan secara perlahan mengubah CO2 menjadi oksigen dan konsentrasi/kandungan CO2 di atmosfir kita turun menjadi hanya sekitar 0,038 % atau 383 bagian setiap sejuta satuan ukuran (ppm), sebuah unit parameter yang digunakan untuk mengukur kandungan- kandungan gas yang sangat kecil sekali yang telah menjadi semacam satuan mata-uang dalam perdebatan- perdebatan tentang perubahan cuaca.
Perubahan berskala kecil (miniscule) – namun berdampak dunia
Namun demikian selagi kita masih berada jauh dari menyaksikan / mengalami konsentrasi-konsentrasi CO2 di atmosfir kita, perubahan-perubahan kecil telah merubah cara-cara kerja sistem pemanasan semesta kita. Pengukuran-pengukuran jumlah dioksida karbon dari Laboratorium Manua Loa di Hawaii menunjukkan bahwa CO2 meningkat dari sekitar 313 ppm di tahun 1960 menjadi sekitar 375 ppm di tahun 2005.
Kenaikan itu berarti bahwa untuk setiap sejuta partikel/zarah di atmosfir kita sekarang ini, terdapat 62 partikel CO2 tambahan dibandingkan dengan di tahun 1960. Meskipun angka ini nampaknya tidak terlalu besar, para pakar ilmu pengetahuan mengatakan bahwa kenaikan ini – kemungkinan besar disebabkan oleh ulah/kegiatan manusia – dan yang paling bertanggung jawab atas kenaikan suhu-suhu Bumi selama puluhan tahun terakhir ini.
Meskipun istilah ”greeenhouse effect ” atau ”dampak rumah kaca” ini tidak cocok mungkin masih merupakan alat berguna bagi publik untuk memahami suatu proses alam yang susah dimengerti/rumit. Sebagian besar orang bisa membayangkan panas serta kekurangan udara yang bisa dirasakan dalam suatu greenhouse. Sekarang ini dimana Bumi telah mulai bertambah panas, kita menyadari bahwa dunia kita yang seperti rumah kaca tidak memiliki jendela yang bisa kita buka untuk mengambil udara segar.